Kamis, 07 Juli 2011

Suka cita di dalam Tuhan (True Story)

Pada usia empat tahun anak laki-laki sulung saya, Nathan, tidak dapat 
berbicara. Ada sekitar enam dokter spesialis THT yang menyatakan bahwa 
dia mengalami telat berbicara. Lalu saya bawa dia berobat ke Jakarta . 
Setelah dua minggu menjalani pemeriksaan, anak saya dinyatakan cacat 
permanen dan tidak ada obat atau terapi untuk membuatnya dapat berbicara.
Karena tidak puas dengan semuanya, maka saya bawa dia berobat ke 
Australia , dan di sana juga dokter menyatakan bahwa anak saya cacat 
permanen karena terkena virus anjing. 

Tetapi saya ingat bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang hidup. 
Saya cuma kembalikan sepenuhnya anak saya kepada Tuhan dan berharap untuk
mendapatkan suatu mukjizat. Sejak saat itu saya selalu berusaha ikut 
berbagai KKR agar anak saya bisa mengalami kesembuhan ilahi. Dimana ada 
KKR, di sana pasti ada anak saya, Nathan. Tetapi mukjizat belum juga 
terjadi. Rupanya Tuhan mempunyai rencana yang lain bagi anak saya. 

Pada suatu hari Tuhan menjawab pergumulan saya. Dia berkata, ?Kalau 
rohanimu bertumbuh 5% saja, maka anakmu juga akan sembuh 5%, demikianlah 
seterusnya.? Ketika Tuhan berbicara tentang pertumbuhan rohani, saya 
bingung karena pada waktu itu saya sudah melayani Tuhan. Tetapi ternyata 
di hadapan Tuhan saya ini nol karena hati dan perbuatan saya tidak sesuai
dengan firman Tuhan. Setelah saya mengerti, saya mulai melangkah dan 
memperbaiki hidup saya. Yang dulunya saya suka menonton blue film, 
menipu, berbuat jahat kepada orang lain dan banyak lagi segi kehidupan 
saya yang kotor, semuanya itu saya buang. 

Mukjizat terjadi pada saat anak saya berusia tujuh tahun. Dia mulai bisa 
berbicara. Saat dia memanggil saya, ?Papa!?, itu bukan kebahagiaan yang 
biasa saja, tetapi amat sangat luar biasa karena saya melihat dengan 
sungguh-sungguh bahwa itu adalah mukjizat dari Tuhan. Menurut perhitungan
dan pengetahuan dokter anak saya tidak akan dapat dan tidak akan pernah 
dapat berbicara. Tetapi bukan demikian kata Tuhan. Karena Tuhan semakin 
menunjukkan kuasa-Nya saya semakin memperbaiki hidup saya dengan 
sungguh-sungguh. Dan puji Tuhan, karena karakter saya menjadi semakin 
baik dan semakin baik, maka anak saya menjadi semakin sembuh. 

Pada saat dia lulus dari Sekolah Luar Biasa (SLB), saya kemudian 
menyekolahkan Nathan di sekolah normal. Dia mengalami kesulitan karena 
pelajaran di sekolah normal jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di SLB.
Setiap kali menghadapi ulangan harian, dia kedodoran. Bisa mendapatkan 
nilai 3 saja kami sudah sangat bangga. Tetapi pada suatu ketika saat dia 
mau menghadapi ulangan umum dia menanyakan apa yang harus dia lakukan dan
saya bilang, ?Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Tuhan Yesus pasti tolong 
kamu. Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Sekarang tugasmu adalah belajar 
sebisamu.? Pada pagi harinya saat saya antar ke sekolah dia meminta saya 
menumpangkan tangan, berdoa baginya dan saya juga meminta dia untuk 
berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal-soal. 

Pada saat dia menghadapi ulangan umum, saya berpuasa untuknya. Ketika 
pulang sekolah dia menceritakan bahwa sesungguhnya dia tidak mampu 
mengerjakan soal-soal ulangan, tetapi malaikat Tuhan menolong dia. 
Tangannya terus menulis jawaban dan dia tidak bisa menghentikannya. Dia 
rasakan bahwa Tuhan telah menjamah tangannya.. Ternyata benar apa yang 
dia katakan. Dia mendapatkan ranking 2 di kelasnya. Sontak sekolahnya 
sempat gempar. Bahkan Kepala Sekolah mencurigai bahwa Wali Kelasnya 
menjual jawaban soal kepada anak saya, karena mereka semua tahu bahwa 
anak saya tidak cerdas. 

Karena kuasa Tuhanlah, anak saya dari yang tidak mampu dijadikannya 
menjadi mampu. Anak saya semakin tumbuh dalam hal rohani karena dia juga 
melihat mukjizat demi mukjizat terjadi dalam hidupnya. Bahkan Tuhan 
angkat dia masuk ke Universitas melalui jalur prestasi dan mendapatkan 
beasiswa. 

Pada suatu hari setelah dia menyelesaikan ujian SMA-nya, isteri saya yang
menjemput dia pulang sekolah. Dalam perjalanan, dia berkata, ?I love you,
mom!? Saya mengasihi mama dan saya sangat mencintai mama. 

Sesampai di rumah dia merapikan dirinya, kemudian makan dan sempat 
bergurau dengan mamanya. Sekitar jam 13..30 dia pamit untuk tidur. Dan 
pada jam 14.00 siang itu anak saya dipanggil Tuhan pulang ke rumah Bapa 
di Sorga. Hal itu baru diketahui isteri saya sekitar jam 16.30 sore. 
Isteri saya menemukan Nathan sudah meninggal ketika dia bermaksud 
membangunkannya. Dia meninggal dengan keadaan yang sangat tenang. Dapat 
dilihat dari tempat tidur yang masih tertata sangat rapi. 



Aku sangat terguncang, bahkan tidak tahu kemana harus kubawa hidupku ini.
Isteriku dan anakku yang bungsu histeris. Mereka membentur-benturkan 
kepala mereka ke tembok, sehingga kurangkul paksa mereka supaya mereka 
tenang dan kami mulai berdoa. 

Aku berkata, "Tuhan Yesus, Engkau sungguh baik, karena di saat badai 
seperti ini Engkau memiliki maksud dan rencana yang indah bagi kami dan 
kami percaya Engkau tidak akan meninggalkan anak-anak-Mu pada waktu 
menderita." 

Saat itu aku merasa ada yang aneh. Secara jujur aku tidak kuat menghadapi
semua itu, tetapi di hatiku tidak ada sedikitpun perasaan yang 
menyalahkan Tuhan. Yang ada hanya rasa syukur. Kami bersyukur karena 
kasih Tuhan yang luar biasa itu melingkupi kami. 

Saat Nathan dimasukkan ke dalam es untuk diawetkan, pada pagi hari jam 8 
ada SMS masuk dari Amer ika yang menyampaikan bahwa: "AKU sangat mengasihi
anakmu." Bukan itu saja, Dia kirimkan dua orang hamba Tuhan yang tidak 
kukenal dan juga mereka menyampaikan pesan yang sama: "Aku telah 
mengirimkan para malaikat-Ku untuk menjemput anakmu. Sekarang anakmu 
menjadi bagian dari para penyembah-Ku dan bersukacita bersama-Ku." 

Aku pegang semua itu, meskipun aku tidak tahu apa maksudnya. Aku mulai 
berpuasa selama 40 hari dan Tuhan menjawab melalui firman-Nya yang 
terdapat di dalam Wahyu 14:2-5 yang berbunyi: "Dan aku mendengar suatu 
suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang 
dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi 
yang memetik kecapinya. Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan
takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang 
pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat 
puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu. Mereka adalah 
orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan , 
karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang 
mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari 
antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak 
Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak 
bercela." Ayat-ayat itu membuatku menangis pada malam itu. Dan ayat-ayat 
itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku selama seminggu. 
Lalu pada tanggal 21 Juni 2006 pukul 4 pagi ada dorongan roh yang kuat 
agar aku berdoa. Dan aku taat. Dalam keadaan sadar 100% kurasakan rohku 
keluar dari tubuhku dan Tuhan menaruh aku di suatu tempat dimana kulihat 
Tuhan Yesus duduk memangku seseorang dalam kemuliaan-Nya. 

Meskipun aku tidak dapat melihat dengan jelas, tetapi kurasakan damai 
sejahtera dan sukacita yang luar biasa.. Dan sinar kemuliaan Tuhan yang 
putih bening seperti kristal itu memancar penuh kemilau. Oh, betapa 
indahnya dan tak dapat kugambarkan dengan kata-kata! 

Dalam sinar kemuliaan itu Dia berkata, "Waktu-Ku tidak lama." Setelah itu
kulihat Nathan turun dari pangkuan-Nya dan berjalan tiga langkah ke 
arahku. Nathan memelukku dan aku memeluknya dengan erat dan menciuminya. 

Aku mengajukan tiga pertanyaan kepadanya. Pertama, apakah kamu mau hidup 
lagi di dunia, Nathan? Ia menggelengkan kepalanya. Kedua, apakah kamu 
sudah menjadi bagian dari tim pujian dan penyembahannya Tuhan seperti 
tertulis dalam Wahyu 14:2-5? Dia menganggukkan kepalanya. Ketiga, apakah 
kamu sudah bersukacita di sini? Dia kembali menganggukkan kepalanya. 

Setelah itu aku berkata, "Selamat jalan, Nathan! Kita akan bertemu lagi 
kelak!" Kulihat Nathan berjalan mundur dengan melambaikan tangannya 
kepadaku dan menghilang. 

Ketika rohku kembali, tubuhku terasa bergoncang. Bahkan sempat aku serasa
mau rebah. Dunia ini sangat mengerikan. Bumi gelap gulita, bahkan untuk 
melihat tanganku pun tidak bisa. 

Setelah itu aku baru bisa menangis. Padahal waktu bertemu dengan anakku, 
tidak ada rasa haru, tidak ada dukacita, tetapi yang ada hanyalah damai 
sejahtera dan sukacita yang luar biasa. Dan jika waktu itu Tuhan 
menawariku untuk tinggal dan tidak kembali lagi ke dunia, aku pasti mau, 
karena bersama dengan Tuhan itu jauh lebih enak. 

Setelah kejadian demi kejadian kualami, sekarang hubunganku dengan Tuhan 
bertambah intim dan mesra. Suatu hubungan yang tak dapat diutarakan 
dengan kata-kata. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar