Jumat, 08 Juli 2011

Love and unconditional love

Di jaman Yunani, orang Yunani menggolongkan cinta dalam 3 kategori, yaitu:
1. Cinta kepada Allah (Agape)
2. Cinta kepada lawan jenis (Eros/Erotika)
3. Cinta Persaudaraan (Felio)

Banyak orang mengira bahwa cinta itu sama dengan kasih, apakah benar demikian?
Kita sering melihat seseorang mengatakan mengasihi Allah, tetapi ia menuntut Allah memberkatinya terlebih dahulu. Kita juga sering melihat seseorang yang mengatakan cinta dan mengasihi kekasihnya, tetapi ia mengekang dan dan buta akan cinta. Ada juga seorang ibu yang dikatakan selalu mengasihi anaknya, tetapi mengapa kasih itu pudar di jaman sekarang?...banyak dari mereka menelantarkan anak-anaknya begitu saja...

Bagaimana memahami cinta dan kasih, sesungguhnya cinta tidaklah sama dengan kasih, cinta dan kasih bisa dijelaskan dalam definisi yang berbeda. Seseorang yang yang mencintai, baik itu cinta terhadap lawan jenis atau cinta kepada orang tua, sifat cinta ini masih bisa berubah tetapi kasih tidak pernah berubah.

Cinta selalu menuntut suatu imbalan/pamrih, orang yang mencintai tanpa disadari ia menuntut pamrih supaya orang yang ia cintai bisa menerima cintanya, jika ia tidak mendapatkan itu, cintanya bisa berubah bahkan bisa menjadi kebencian jika seseorang tidak/kurang memahami tentang kasih.

Pada jaman Yunani orang baru mengklasifikasikan tentang cinta, namun pemahaman tentang cinta itu sendiri masih menjadi misteri (belum ada penjelasan yang lebih rational). Bahasa Inggris mengenal kata kasih dan cinta dalam satu kata yang sama “love’, ini disebabkan pemahaman bahwa cinta dan kasih adalh sama karena mengacu pada pengertian tentang cinta dari 3 kalsifikasi abad Yunani. Namun dalam bahasa Indonesia, kita mengenal kata cinta dan kasih ditulis dalam dua kata yang berbeda dan bisa dijelaskan dalam definisi yang berbeda pula.

Perkembangan selanjutnya, manusia menyadari bahwa sebenarnya cinta adalah bentuk tidak sempurna dari kasih, cinta menuntut syarat/kondisi, karena setiap orang yang mengatakan ‘mencintai’ ada keinginan iapun mendapatkan cinta dari pihak ke dua, pada kondisi seperti ini, cinta mengenal suatu perubahan, ketika seseorang menolak cintanya, ia bisa berubah menjadi benci/tidak mencintai. Tetapi orang yang mengasihi tidak menuntut apapun, jika orang yang dikasihi itu mau menerima kasih itu atau tidak menerima kasih tersebut, itu tidak menjadi suatu masalah. Kasih juga tidak pernah bisa disakiti karena kasih selalu mengampuni, jadi kasih tidak mengenal kata sakit hati, yang masih bisa timbul dari cinta.

Kehidupan dalam masyarakat memberi dampak seseorang hanya mengenal/berpikir dalam level ‘mencintai’ bukan ‘mengasihi’ , Karena faktor ekonomi, status sosial, dll.

Jika kita pernah mendengar kalimat ‘Surga ada di telapak kaki ibu” atau ‘sekejam-kejamnya orang tua tidak akan mencelakakan anaknya sendiri’, di jaman sekarang agaknya pemahaman ini sudah terkikis. Seorang ibu tanpa memahami arti ‘kasih’ akan menyiksa anaknya karena stress/himpitan ekonomi, memanfaatkan bahkan membunuh. Seorang wanita yang hamil di luar nikah, karena malu membuang/membunuh anaknya sendiri sering terjadi di jaman sekarang.
Pada akhirnya manusia menyadari bahwa cinta bukanlah kasih, Karena itu dalam perkembangan selanjutnya muncul kata ‘unconditional love’ atau cinta yang tidak menuntut syarat atau tidak melihat/tergantung kondisi, kata baru ini merujuk pada kata ‘kasih’. Karena tidak ditemukan kata kasih dalam bahasa Inggris maka dikenal kata ‘unconditional love’ merujuk pada sifat dari kata itu sendiri. Melihat dari sifat kasih ini sesuai dengan firman Allah yang mengatakan “kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri”.

“Firman tuhan yang mengatakan “berilah minum pada mereka yang haus dan makan pada mereka yang lapar dan pakaian bagi mereka yang telanjang”, perintah ini tidak dikhususkan pada orang-orang terdekat saja (ayah, ibu, saudara) /orang yang telah berbuat baik kepada kita saja, tetapi bagi setiap orang.

Kita telah memahami bahwa cinta bukanlah kasih, cinta menuntut syarat dan bukan berharap, cinta juga cenderung berubah, cinta itu juga tidak kekal seperti yang dikumandangkan orang-orang yang sedang jatuh cinta, bahwa cinta itu abadi. Karena cinta dalam kategori erotica bersifat sementara/sampai masa hidup orang tersebut, karena kita hidup di dunia kita mengenal cinta terhadap lawan jenis tetapi dalam kekalan tidak ada kawin dan mengawinkan.

Kasih bersifat abadi karena kasih adalah karakter Allah. Dalam pengadilanNya di akhir jaman kita tetap menemukan kasihNya. Kita juga ingat menjelang kematiaanNya, Ia menunjukkan kasihNya dengan mengampuni salah satu penjahat yang disalib di sampingNya, bahkan Ia mengampuni orang-orang yang sudah menganiaya Dia dalam doaNya. Karena kasih tidak berubah sekalipun ia ditolak dan teraniaya.

Orang yang kurang memahami tentang kasih dan cinta, ia mudah ditipu oleh iblis (cerita ini sudah terjadi berabad-abad sampai sekarang), bahkan ketika ia frustasi karena penolakan cinta, ia bisa rela membunuh hidupnya sendiri, atau mereka yang sedang jatuh cinta tetapi mendapat penolakan dari lingkungan keluarga/masyarakat, mereka membunuh diri mereka sendiri untuk alasan keabadian dan keagungan cinta mereka (cerita-cerita versi Romeo dan Juliet). Orang yang memahami tentang kasih ketika mengalami penolakan dari orang yang ia cintai, ia akan merelakan orang yang ia cintai itu bisa mendapatkan kebahagiaan atas keputusannya sendiri.

Jadi apakah manusia tidak boleh mencintai?...
Setiap orang mempunyai hak untuk mencintai dan dicintai. Cinta yang timbul dalam hati manusia adalah kasih karunia Allah yang diberikan kepada manusia. Adalah suatu keinginan dari Allah supaya menusia beranak-cucu dan memenuhi bumi. Namun demikian adalah lebih baik jika kita tidak sekedar memahami tentang cinta saja tetapi lebih dari itu adalah memahami tentang kasih. Ketika kita kembali kepada Allah, kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri (apa yang sudah kita perbuat dan mempertanggungjawabkan talenta yang diberikan Allah) dan barang siapa hidup sesuai kehendak Allah akan hidup abadi seperti malaikat-malaikat di Surga.

Kasih bukanlah cinta. Cinta diberikan kepada orang-orang tertentu saja (keluarga, orang yang kita cintai). Jadi sebenarnya cinta diberikan kepada sedikit orang saja dan bersifat khusus. Tetapi kasih diberikan kepada banyak orang bahkan sampai tidak terbatas dan bersifat universal.

Kasih cenderung mengampuni ketika ia disakiti dan ia menutupi segala perkara, karena itu kasih tidak bisa disakiti. Ia tidak dendam tetapi mengubah sakit hati menjadi obat yang memulihkan dan mempertahankan untuk tetap ada dalam damai sehjahtera. Salah satu sifat kasih yang kontradiktif dengan cinta, kasih itu tidak cemburu.

Dalam hal melayani, jika seseorang masih di level cinta, ia masih bisa merasa cemburu karena status atau kepentingan lain. Tetapi kasih tidak pernah mementingkan status atau hal-hal lain, ia melakukan segala sesuatu dengan pengorbanan yang besar, melawan kelemahan-kelemahan dirinya sendiri dan aniaya/fitnah dari luar demi tujuan melayani dengan benar dan tulus kepada Allah. Ia tidak mencari kedudukan dan kepentingan sendiri.

Seseorang yang mengasihi Allah, ia tidak mengasihi Allah karena Allah sudah menyembuhkan, memberkati, melakukan mujizat atau menolong dia. Tetapi mengasihi Allah karena ketulusan.
Sadrakh, Mesak dan Abednego berkata, “Jika Allah tidak menolong kami dari dapur api, sekali-kali kami tidak akan menyembah patung buatan raja”. Orang yang mempunyai kasih, Allah hidup didalam dirinya.

Cinta mungkin bisa mempersatukan tetapi bukan jaminan untuk bisa mempertahankan. Cinta itu seperti benih tumbuhan yang ditabur yang bisa tumbuh di mana saja, bahkan di padang belantara, tetapi kasihlah yang mengairi sehingga benih itu akan tetap hidup dan menjadi besar.

“Segala sesuatu yang baik bermula dari kasih”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar